Latest Entries »

CBIS atau Computer Base Information System, mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi, meskipun secara teoritis, penerapan sebuah sistem informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya, namun pada prakteknya dengan data dan kebutuhan informasi yang begitu kompleks maka peran teknologi komputer begitu dibutuhkan, peran komputer inilah yang dikenal dengan istilah “computer based” karena digunakan untuk mengolah informasi dalam sebuah sistem maka disebut “Computer Base Information System” atau sistem informasi berbasis computer.

Kontribusi sistem informasi berbasis computer

Saat ini sistem informasi merupakan isu yang paling penting dalam pengendalian manajemen. Hal ini disebabkan karena tujuan dari pengendalian manajemen adalah untuk membantu manajemen dalam mengkoordinasi subunit-sub unit dari organisasi dan mengarahkan bagian-bagian tersebut untuk mencapai tujuan perusahaan. Dua hal yang menjadi perhatian dari definisi diatas adalah mengkoordinasi dan mengarahkan. Tentu saja dalam dua proses tersebut diperlukan satu sistem agar proses koordinasi dan pengarahan dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Manfaat utama dari perkembangan sistem informasi bagi sistem pengendalian manajemen adalah:

  1. Penghematan waktu
  2. Penghematan biaya
  3. Peningkatan efektivitas
  4. Pengembangan teknologi
  5. Pengembangan personel akuntansi

Informasi disajikan dalam bentuk lisan maupun tertulis oleh suatu pengolah informasi. Pada bagian pengolahan dengan komputer terdiri dari lima bidang yakni SIA, SIM, DSS, kantor virtual dan sistem berbasis pengetahuan. Hal tersebut dinamakan dengan sistem informasi berbasis komputer (komputer based information sistem)

1. Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

Sebuah sistem informasi yang menangani segala sesuatu yang berkenaan dengan akuntansi. Akuntansi sendiri sebenarnya adalah sebuah sistem informasi. Fungsi penting yang dibentuk SIA pada sebuah organisasi antara lain :

  • Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas dan transaksi.
  • Memproses data menjadi informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
  • Melakukan kontrol secara tepat terhadap aset organisasi.

Subsistem SIA memproses berbagai transaksi keuangan dan transaksi nonkeuangan yang secara langsung memengaruhi pemrosesan transaksi keuangan.

2. Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Sistem perencanaan bagian dari pengendalian internal suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi dan prosedur oleh akuntansi manajemen untuk memecahkan masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis.

3. Office Automation

Penggunaan alat elektronik untuk  memudahkan komunikasi formal dan informal terutama berkaitan dengan komunikasi informasi dengan orang-orang di dalam dan di luar perusahaan untuk meningkatkan produktivitas.

Tujuan OA :

  1. Penggabungan dan penerapan teknologi.
  2. Memperbaharui proses pelaksanaan pekerjaan di kantor.
  3. Meningkatkan produktifitas dan efektifitas pekerjaan.

4. Sistem Pakar

Secara umum, sistem pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Sistem pakar yang baik dirancang agar dapat menyelelasikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para ahli. Dengan sistem pakar ini, orang awam pun dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli. Bagi para ahli, sistem pakar ini juga akan membantu aktivitasnya sebagai asisten yang sangat berpengalaman.  Menurut Efraim Turban, konsep dasar sistem pakar mengandung: keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, membaca atau pengalaman.

http://informatika.web.id/sistem-informasi-berbasis-komputer-cbis.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_akuntansi

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_manajemen

http://ericute.files.wordpress.com/2009/04/pertemuan-13.pdf

http://www.academia.edu/4890089/PERKEMBANGAN_SISTEM_INFORMASI_BERBASIS

PENGERTIAN SISTEM

  • Menurut Davis, G.B

Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang beroperasi bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran.

  • Menurut Murdick, R.G:

Sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau procedure-prosedure/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang.

  • Menurut Jerry Futz Gerald:

Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.

Jadi menurut saya sistem merupakan kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dalam mencari suatu tujuan untuk menghasilkan suatu sasaran tertentu

Karakteristik atau sifat-sifat sistem, yaitu:

1. Komponen

Terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, dan komponen dapat terdiri dari beberapa subsistem atau sub bagian, dimana setiap subsistem tersebut memiliki fungsi khusus dan akan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan.

2. Batas Sistem

Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai satu kesatuan.Batas suatu system menunjukan ruang lingkup dari sistem tersebut.

3. Lingkungan Luar Sistem

Adalah apapun diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Lingkungan yang menguntungkan harus tetap dijaga dan dipelihara, sebaliknya lingkungan yang merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak ingin terganggu kelangsungan hidup sistem.

4. Penghubung

Merupakan media penghubung antar subsistem, yang memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke subsistem lainnya. Keluaran (output) dari satu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem lainnya melalui penghubung di samping sebagai penghubung untuk mengintegrasikan subsistem subsistem menjadi satu kesatuan.

5. Masukan

Adalah energi yang dimasukkan ke dalam sistem, yang dapat berupa masukan perawatan  dan masukan sinyal. Masukan perawatan adalah energi yang dimasukkan supaya sistem dapat beroperasi, sedangkan masukan sinyal adalah energi yang diproses untuk mendapatkan keluaran. Sebagai contoh di dalam system komputer, program adalah maintenance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputer dan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.

6. Keluaran Sistem

Keluaran adalah hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. Keluaran dapat berupa masukan untuk subsistem yang lain atau kepada supra sistem. Misalnya untuk system komputer, panas yang dihasilkan adalah keluaran yang tidak berguna dan merupakan sisa hasil pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang dibutuhkan.

7. Pengolahan Sistem

Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran. Suatu sistem produksi akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran.

8. Sasaran Sistem

Suatu sistem pasti mempunyai tujuan atau sasaran. Jika suatu sistem tidak mempunyai sasaran, maka operasi sistem tidak akan ada gunanya. Sasaran dari sistem akan sangat menentukan sekali masukan yang dibutuhkan system dan keluaran yang akan dihasilkan sistem. Suatu sistem dikatakan berhasil bila mengenai sasaran atau tujuannya.

PENGERTIAN INFORMASI

  • Tata Sutabri, S.Kom., MM

Data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

  • Jogiyanto HM. Informasi

Hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian – kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan untuk pengambilan keputusan”

  • George H. Bodnar

Data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat

Informasi menurut saya adalah hasil data yang telah diolah dalam suatu bentuk yang lebih bermanfaat yang berguna untuk mengambil keputusan

PENGERTIAN PSIKOLOGI

  • Paul Mussen & Mark R. Rosenzwieg

Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mind (pikiran), namun dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.

  • George A. Miller (dalam buku ”Psychology and Communication”)

Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku.

  • Richard Mayer

Psikologi merupakan analisis mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.

Menurut saya psikologi adalah Suatu ilmu yang mempelajari pikiran, tingkah laku dan proses mental manusia dari sebelum lahir sampai akhir hidup manusia

Jadi kesimpulan dari teori yang ada menurut saya sistem informasi psikologi suatu kumpulan ilmu dari bagian psikologi yang mempelajari pikiran dan tingah laku manusia menghasilkan data yang telah diolah sedemikian rupa dan hasilnya bermanfaat untuk masyarakat.

 

http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-sistem-menurut-para-ahli.html

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=125574

http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-informasi-menurut-para-ahli.html

http://alawiyah-introducemyself.blogspot.com/2010/10/pengertian-psikologi-menurut-para-ahli.html

BEHAVIOR THERAPY

Behaviour therapy adalah sebuah pendekatan secara klinis yang dapat dipakai untuk mengobati bermacam-macam gangguan, dalam berbagai tempat dan berbagai macam kelompok populasi sosial. Gangguan kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, gangguan makan, kekerasan dalam rumah tangga, penyimpangan seksual, manajemen penderitaan, dan hipertensi semuanya telah berhasil diobati dengan memakai pendekatan ini. Prosedur perilaku ini digunakan pada beberapa area termasuk pengembangan ketidakmampuan, sakit mental, pendidikan dan special pendidikan, komunitas psikologi, psikologi klinis, rehabilitasi, bisnis, manajemen diri, psikologi olahraga, hubungan perilaku yang sehat, dan gerontology.

Pada tahun 1960 Albert Bandura mengembangkan teori pembelajaran sosial yang mengkombinasikan classical dan operant conditioning dengan observational learning. Sejak tahun 1970anlah behaviour therapy terbukti sebagai sebuah kekuatan utama dalam psikologi dan membuat pengaruh yang signifikan pada pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan pekerjaan sosial. Teknik-teknik perilaku dikembangkan dan diperluas dan teknik-teknik tersebut juga dipakai pada bidang-bidang seperti bisnis, industri, dan membesarkan anak. Pendekatan ini sekarang dipandang sebagai pilihan perlakuan untuk berbagai masalah psikologi.
Pada tahun 1980an dicirikan dengan sebuah penelitian untuk pembaharuan dimasa mendatang dalam konsep dan metode-metode yang akan melebihi teori pembelajaran tradisional.
Pada akhir tahun 1990an, behaviour therapy ditandai oleh adanya perbedaan sudut pandang dan prosedur, tetapi semua pelaksanaannya terfokus pada perilaku yang tampak, faktor-faktor yang menentukan perilaku, pengalaman-pengalaman pembelajaran untuk memajukan perubahan, dan penilaian serta evaluasi yang setepat-tepatnya.

1.      Classical Conditioning

Classical conditioning melihat perilaku tertentu responden, seperti lutut tersentak dan saliva, keduanya diperoleh dari organisme yang pasif. Pada tahun 1950an, Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus serta Hans Eysenck mulai menggunakan penemuan-peneuan penelitian eksperimental dengan memakai hewan-hewan untuk membantu menangani phobia ditempat-tempat klinis. Pekerjaan mereka berdasarkan pada teori belajar Hulian dan Pavlovian (classical) Conditioning. Tokoh utama adalah Ivan Pavlov, yaitu yang mengilustrasikan classical conditioning yang bereksperimen dengan anjing. Ketika makanan dikeluarkan, mulut anjing mengeluarkan air liur yang merupakan perilaku responden. Ketika makanan dimunculkan secara berulang-ulang dengan diikuti suara bel, kemungkinan anjing akan mengeluarkan air liurnya untuk suara dari bel itu sendiri. Bagaimanapun juga, jika bel dibunyikan berulang kali tapi tidak dipasangkan lagi dengan makanan, respon air liur stidaknya akan berkurang dan menjadi hilang.

2.      Operant Conditioning

Termasuk tipe pembelajaran dimana perilaku dipengaruhi oleh sebagian besar konsekuensi-konsekuensi yang mengikutinya. Jika perubahan-perubahan lingkungan ditimbulkan oleh perilaku yang dikuatkan , maka jika mereka menyediakan tiap reward untuk organisme atau aversive stimuli yang dilenyapkan, mungkin sekali perilaku itu akan datang kembali. Jika perubahan-perubahan lingkungan menghasilkan aversive stimuli, kesempatan perilaku akan terulang lagi dan akan berkurang positif dan negative reinforcement, hukuman, dan teknik-teknik extinction. Skinner berpendapat bahwa pembelajaran tidak dapat terjadi pada ketiadaan tiap jenis penguatan, salah satunya positif atau negative. Menurut Skiner, tindakan-tindakan yang dikuatkan cenderung diulangi dan tindakan yang tidak mendapat penguatan cenderung berkurang.

3.      Social Learning Theory

Pendekatan belajar sosial dikembangkan oleh Albert BAndura Richard Walters (1963) yaitu saling berhubungan, saling disiplin, dan multimodal (Bandura, 1977, 1982). Perilaku dipengaruhi oleh tiap-tiap stimulus, baik dari penguatan eksternal maupun proses-proses mediational kognitif. Belajar sosial dan teori kognitif menghasilkan triadic hubungan resiprokal, diantaranya adalah lingkungan, faktor-faktor personal,(keyakinan, pilihan, pengharapan, persepsi diri dsb) dan perilaku individu. Menurut Bandura (1982, 1997) efikasi diri adalah keyakinan atau pengharapan individu bahwa mereka dapat menguasai situasi dan memberikan perubahan yang diinginkan. Teori efikasi diri mempresentasikan suatu wacana utama tentang kesatuan penjelasan teoritis bagaimana prosedur terap behaviour dan psikoterapi lain bekerja.

4.      Cognitive Behaviour Therapy

Beberapa teknik yang dikembangkan dalam 3 dekade terakhir ini, menegaskan bahwa proses-proses kognitif menghasilkan event-event tersendiri seperti self-talk klien sebagai mediator perubahan perilaku. Pendekatan ini menawarkan metode-metode action-oriented yang bervariasi untuk membantu orang merubah apa yang mereka pikir dan lakukan.

KONSEP-KONSEP UTAMA

sudut pandang alami manusia Terapy behaviour modern didasarkan pada sebuah sudut pandang perilaku manusia yang alami yang menunjukkan sebuah pendekatan yang terstruktur dan sistematis untuk konseling. Sudut pandang ini tidak terletak pada sebuah asumsi deterministic bahwa manusia-manusia adalah hasil dari kondisi sosiokultural mereka. Sepertinya sudut pandang yang sekarang yang menyatakan bahwa seseorang merupakan produser sekaligus hasil dari lingkungan mereka. Pada behaviour therapy jaman sekarang lebih ke arah prosedur-prosedur perkembangan yang secara aktual memberi control pada klien dan meningkatkan tingkat kebebasan mereka. Behaviour therpy bertujuan untuk meningkatkan skill-skill seseorang sehingga mereka mempunyai pilihan yang lebih untuk merespon. Secara filosofis, pendekatan behavioural dan humanistik mempunyai sudut pandang yang berbeda seperti kutub yang berlawanan. Lingkungan yang keras melihat dasar alami manusia pada sebuah stimulus-respon atau respon-konsekuensi model perilaku yang telah ditentang oleh Bandura (1974, 1977, 1986). Dia menolak model mekhanistic dan deterministik karena memiliki kepercayaan yang terpisah pada hal-hal yang menentukan lingkungan, dimana terdapat kesulitan-kesulitan yang mengingat akan kapasitas yang dimiliki untuk memberikan efek lingkungan yang nyata.

KARAKTERISTIK DAN ASUMSI DASAR

10 karakteristik kunci dari terapi behavior berdasarkan deskripsi dari Kazdin (2001), Miltenberger (2004), dan Spiegler dan Guevremont (2003) antara lain:
1. Terapi behavior didasarkan pada prinsip dan prosedur dari metode ilmiah. Dengan penelitian diperoleh dari prinsip-prinsip pembelajaran untuk membantu mengubah tingkah laku maladaptif. Terapis behavior menguraikan tujuan treatmen dalam tujuan konkret yang objektif untuk membuat adanya kemungkinan replikasi intervensi mereka. Tujuan ini disetujui oleh kedua pihak. Metode penelitian digunakan untuk mengevaluasi efektifitas prosedur assessmen dan treatmen. Secara singkat, konsep dan prosedur behavioral dinyatakan secara eksplisit, diuji secara empiris dan diperbaiki secara terus-menerus.
2. Terapi behavior memperlakukan masalah klien dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang menentang analisis kemungkinan determinan-determinan historikal. Penekanannya pada faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi keberfungsian saat ini dan faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memodifikasi performance. Terapis menggunakan teknik behavioral untuk mengubah faktor-faktor saat ini yang mempengaruhi TL klien serta dengan melihat masa lalu sebagai tambahan informasi kejadian yang berhubungan dengan TL saat ini.

3. Klien yang dilibatkan dalam terapi behavior diharapkan berperan aktif dengan ikut serta dalam aksi-aksi memperlakukan masalah mereka. Klien memantau TL mereka baik selama maupun di luar sesi terapi, belajar dan praktek skil coping dan role-play TL baru. Terapi behavior adalah pendekatan berorientasi tindakan, dan belajar adalah inti dari terapi.
4. Pendekatan behavioral menekankan mengajari klien skil-skil manajemen diri, dengan harapan bahwa mereka akan bertanggung jawab atas pergantian yang mereka pelajari dalam ruang terapis menuju kehidupan sehari-hari. Terapi behavior secara umum dibawa dalam lingkungan natural klien sebanyak mungkin.

5. Fokusnya adalah menilai TL baik yang jelas maunpun tersembunyi secara langsung, mengidentifikasi masalah, dan mengevaluasi perubahan. Assessmen langsung dari target masalah dilakukan melalui observasi atau pemantauan diri (self-monitoring). Terapis juga menilai kebudayaan klien sebagai bagian dari lingkungan sosial mereka, termasuk jaringan dukungan sosial yang berhubungan dengan target TL.

6. Terapi behavior menekankan pendekatan kontrol diri dimana klien belajar strategi-strategi manajemen diri. Terapis melatih klien untuk memulai, mengadakan dan mengevaluasi terapi mereka sendiri.

7. Intervensi treatmen behavioral secara individual disesuaikan dengan masalah spesifik yang dialami klien. Beberapa teknik terapi digunakan untuk memperlakukan masalah individu klien. Dalam hal ini harus disesuaikan treatmen apa, untuk siapa yang paling efektif dan tiap klien berbeda.

8. Praktek dari terapi behavior didasarkan pada hubungan kolaborasi antara terapis dan klien, dan setiap usaha dibuat untuk memberitau klien tentang bentuk dan jalannya treatmen.
9. Penekanannya adalah pada aplikasi prakteknya. Intervensi diaplikasikan dari berbagai segi dari kehidupan sehari-hari dimana TL maladaptif dikurangi dan TL adaptif ditingkatkan.

10. Terapis berusaha mengembangkan prosedur kultur spesifik dan memelihara ketaatan serta kooperasi klien.

 

PROSES TERAPEUTIK

1. Tujuan Terapeutik

Tujuan umum terapi behavior adalah meningkatkan pilihan individu dan menciptakan kondisi baru bagi pembelajaran. Klien dan terapis pada awal sesi membatasi tujuan proses terapeutik. Assessmen formal terlebih dulu dilakukan terhadap treatmen untuk menentukan tingkah laku yang menjadi target perubahan. Assessmen berkelanjutan selama terapi dapat menentukan apakah tujuannya sudah dicapai atau belum. Terapi behavior kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan treatmen mereka. Terapis membantu klien membuat tujuan spesifik yang dapat diukur. Terapis behavior dan klien mengubah tujuan selama proses terapeutik bila perlu. Rangkaian dari tujuan yang dipilih dideskripsikan oleh Cormier dan Nurius. Proses ini menunjukkan hubungan kolaboratif dasar yang penting :

  • Konselor menyediakan tujuan yang rasional, menjelaskan peranan tujuan dalam terapi, maksud atau kegunaan dari tujuan itu, dan partisipasi klien dalam proses penentuan tujuan.
  • Klien mengenali hasil yang diinginkan dengan menentukan perubahan-perubahan yang dia inginkan dari konseling.
  • Klien adalah orang yang mencari bantuan, dan hanya dia yang dapat melakukan perubahan. Konselor membantu klien menerima tanggung jawab atas perubahan.
  • Nilai efek manfaat semua tujuan yang diidentifikasi diselidiki. Konselor dan klien mendiskusikan kemungkinan manfaat dan ketidakmanfaatan tujuan ini.
  • Klien dan konselor kemudian memutuskan untuk melanjutkan mengikuti tujuan yang telah dipilih, untuk mempertimbangkan kembali tujuan awal klien, atau untuk mencari pelayanan dari praktisi lainnya.

2. Fungsi Dan Peranan Terapis

Terapis behavior cenderung untuk aktif dan langsung dan berfungsi sebagai konsultan dan pemecah masalah. Praktisi memperhatian tanda-tanda yang diberikan klien kemudian mengikuti dugaan klinis dari klien. Mereka menggunakan beberapa teknik umum seperti summarizing, refleksi, klarifikasi, serta pertanyaan terbuka dan tertutup. Tetapi, klinisi behavioral melaksanakan fungsi lainnya juga yaitu :

  • Melaksanakan sebuah assessmen fungsional yang seksama untuk mengidentifikasi kondisi yang dipertahankan dengan pengumpulan informasi yang sistematis tentang penyebab situasi, dimensi masalah tingkah laku, dan akibat dari masalah itu.
  • Membuat tujuan treatmen awal, dan mendisain serta menerapkan rencana treatmen untuk melaksanakan tujuan ini.
  • Menggunakan strategi untuk menciptakan generalisasi dan memelihara perubahan tingkah laku.
  • Mengevaluasi kesuksesan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan ke arah tujuan selama durasi treatmen.
  • Melaksanakan assessmen lanjutannya.

3. Pengalaman Klien dalam Terapi

Kontribusi unik dari terapi behavior adalah behavior terapi menyediakan terapis dengan sistem yang bagus dari prosedur yang dipakai. Baik terapis maupun klien memiliki peran yang jelas, dan ditekankan akan pentingnya kesadaran serta partisipasi klien dalam proses terapeutik. Terapi behavior dicirikan dengan peran aktif terapis dan klien. Peran terapis adalah mengajari skil-skil konkrit melalui pemberian instruksi, modeling, dan melalui feedback performance. Klien campur tangan dalam pengulangan behavioral dengan feedback sampai skil-skil telah dipelajari dengan baik dan umumnya menerima aktif tugas-tugas rumah (seperti pemantauan diri dari masalah behavioral). Klien harus dimotivasi untuk mengubah dan bekerja sama dalam aktivitas terapeutik, baik dalam sesi terapi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Klien diberi semangat untuk bereksperimen terhadap tujuan untuk meningkatkan repertoir tingkah laku adaptif mereka. Mereka dibantu untuk menggeneralisasikan dan mentransfer pembelajaran yang didapat dalam situasi terapi menuju situasi di luar terapi. Verbalisasi dalam konseling digunakan ketika transfer perubahan dibuat dari sesi terapi menuju kehidupan sehari-hari dan ketika efek dari terapi diperluas di luar pengakhiran dimana treatmen dapat dianggap berhasil.
Klien memiliki frame of reference untuk menilai kemajuan mereka dalam menyelesaikan tujuan mereka. Ketika tujuan telah diselesaikan, maka klien dan terapis mengakhiri treatmen. Setelah terapi behavior yang sukses, klien mengamalkan pilihan-pilihan yang lebih baik dalam berperilaku.

4.     Hubungan Antara Terapis dan Klien

Hubungan terapeutik yang baik dapat membantu proses perubahan behavioral dimana meningkatkan kesempatan klien agar mudah menerima terapi, bekerja sama dengan prosedur terapeutik, dan klien memiliki penerimaan positif serta harapan sukses mengenai efektivitas terapi. Kebanyakan praktisi behavioral mempertahankan faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keautentikan, kepermisivan, dan penerimaan sangat dibutuhkan agar perubahan behavioral terjadi namun juga harus disertai dengan teknik-teknik behavioral sehingga tujuan dapat tercapai. Hubungan klien-terapis adalah fondasi dimana strategi terapeutik dibangun untuk membantu perubahan klien pada arah yang mereka harapkan.

5.      Aplikasi teknik dan prosedur terapeutik

Penilaian tingkah laku, yang diawali dengan deskripsi tentang keluhan klien merupakan hal yang utama untuk terapi tingkah laku. Klien menyimpan catatan/memori tentang frekuensi dan intensitas kejadian, dan ini menjadi alat dalam membuat sebuah rencana pengobatan dan memutuskan apakah terapinya bekerja/berjalan. Ada beberapa instrumen penilaian yang praktis dan mudah digunakan, termasuk laporan isi laporan diri tak terhitung, skala rating tingkahlaku/kebiasaan, format penelitian diri, dan teknik penelitian sederhana untuk mengumpulkan informasi yang berguna untuk permasalahan klien. Metode penilaian tingkah laku dapat sepenuhnya digunakan untuk bekerja dengan klien dengan cakupan permasalahan yang berbeda. Kekuatan dari pendekatan tingkah laku adalah pengembangan dari prosedur pengobatan spesifik yang harus ditunjukkan agar efektif dalam mencapai sasaran. Terapis tingkah laku memiliki hipotesis yang mereka jalankan dari menerapkan prosedur pengobatan, yang mana dapat diuji untuk kebenarannya. Hasil dari intervensi mereka menjadi jelas karena mereka memperoleh umpan balik secara berkesinambungan dari klien mereka. Temuan utama yang dihasilkan oleh penelitian dalam terapi tingkah laku adalah hasil perawatan memiliki segi yang banyak (bermacam-macam). Tidak semua ada perubahan atau tidak ada sama sekali. Peningkatan mungkin terjadi di beberapa area tetapi tidak pada area lainnya. Semua peningkatan tidak terjadi pada waktu yang sama, dan diperoleh dibeberapa area yang mungkin berhubungan dengan area lain (Kazdin, 1982; Voltz & Evans, 1982).
Menurut Arnold Lazarus ( 1989, 1992b, 1997a, 2000b), seorang pelopor dalam terapi klinis perilaku, praktisi tingkah laku dapat disertakan dalam rencana perawatan mereka dengan semua teknik yang dapat ditunjukan demi keefektifan perubahan perilaku. Lazarus mendukung penggunaan teknik yang berbeda, dengan mengabaikan dasar teoritis mereka. Dalam pandangannya, semakin luas cakupan teknik terapi, semakin berpotensi efektif terapi tersebut. Jelas bahwa terapis perilaku tersebut harus tidak membatasi diri mereka untuk memperoleh metode dari teori belajar. Demikian juga, teknik tingkah laku dapat disatukan ke dalam pendekatan-pendekatan lain. Prosedur pengobatan digunakan terapis perilaku secara rinci dan dirancang untuk klien tertentu. Terapis selalu kreatif dalam intervensi (campur tangan) mereka.

Penerapan analisis tingkah laku : teknik mempengaruhi keadaan

Bagian ini menguraikan beberapa prinsip utama dari mempengaruhi keadaan : penguatan positif, penguatan negatif, pemunahan, hukuman positif, dan hukuman negatif.
Dalam penerapan analisa perilaku, teknik pengaruh keadaan dan metode penilaian dan evaluasi diaplikasikan dalam sebuah cakupan luas permasalahan pada pengaturan yang berbeda (Kadzin, 2001). Penguatan positif melibatkan penambahan sesuatu yang berharga pada individu seperti pujian, perhatian, uang atau makanan sebagai konsekuansi dari perilaku tertentu. Stimulus yang diikuti perilaku merupakan penguatan positif. Contohnya, seorang anak mendapat nilai sempurna dan dipuji orang tuanya. Bila dia menghargai pujian ini, ada kemungkinan dia akan memiliki keinginan untuk mengejar nilai yang baik dimasa mendatang. Jika tujuan dari suatu program adalah untuk mengurangi atau menghapuskan perilaku yang tidak diinginkan, penguatan positif sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi dari perilaku yang lebih diinginkan, yang mengganti perilaku yang tidak diinginkan. Penguatan negatif melibatkan jalan keluar atau penghindaran rangsangan. Individu yang termotivasi untuk memperlihatkan suatu perilaku yang diinginkan untuk menghindari kondisi yang tidak diinginkan. Contohnya, seorang teman ku tidak suka dibangunkan dengan suara alarm jam yang melengking. Dia telah melatih dirinya untuk bangun beberapa menit sebelum alarm berbunyi.
Metode mengubah perilaku yang lain adalah pemunahan, yang mengacu pada penahanan penguatan dari penguatan respon sebelumnya. Dalam penerapan pengaturan, pemunahan dapat digunakan untuk perilaku yang telah dirawat oleh penguatan pasitif atau penguatan negatif. Sebagai contoh, anak-anak yang memperlihatkan tingkah marah dibantu dengan memberikan perhatian dari orang tua mereka. Suatu pendekatan untuk mangimbangi permasalahan perilaku adalah mengeliminasi koneksi antara perilaku tertentu (kemarahan) dan penguatan positif (perhatian). Bila itu dilakukan akan dapat mengurangi atau menghilangkan efek tersebut, seperti kemarahan dan agresi. Pemunahan dapat mengurangi maupun menghapuskan perilaku tersebut, tetapi pemunahan tidak akan mengganti respon tersebut yang telah dimusnahkan. Karena alasan ini, pemunahan harus sering digunakan pada program pembenahan/perbaikan perilaku dengan beberapa strategi penguatan (Kazdin, 2001). Cara lainnya perilaku dikontrol melalui hukuman, dimana konsekuensi pada beberapa perilaku tertentu mengakibatkan penurunan dari perilaku tersebut. Tujuan dari penguatan adalah untuk meningkatkan perilaku target, tetapi tujuan dari hukuman adalah untuk menurunkan perilaku target. Miltenberger (2004) menjelaskan 2 jenis hukuman yang mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku : hukuman positif dan hukuman negatif. Dalam hukuman positif suatu stimulus ditambahkan pada perilaku untuk menurunkan frekuensi dari perilaku ( seperti tamparan di pantat seorang anak karena kelakuan buruk atau teguran pada seorang siswa karena nakal di kelas). Dalam hukuman negatif penguatan stimulus dihilangkan/dipindahkan mengikuti perilaku untuk mengurangi frekuensi perilaku target (seperti mengurangi gaji seorang pekerja karena jam kerja yang hilang, atau menghapus jam televisi dari anak-anak karena kelakuan buruk). Dalam jenis hukuman itu,perilaku akan lebih sedikit terjadi dimasa mendatang. Skinner (1948) percaya hukuman memiliki nilai terbatas dalam mengubah perilaku dan selalu dengan cara yang tidak diinginkan untuk mengubah perilaku. Dia menentang penggunaan kendali atau hukuman, dan merekomendasikan penguatan positif sebagai pengganti. Prinsip kuncinya adalah menggunakan paling sedikit alat yang mungkin untuk merubah perilaku, dan penguatan positif merupakan yang terkuat sebagai pengganti. Skinner percaya pada nilai dalam menganalisis faktor lingkungan untuk kedua penyebab dan perbaikan untuk permasalahan perilaku dan menantang bahwa manfaat terbesar pada individu ke suatu masyarakat dengan penggunaan penguatan positif yang sistematis sebagai jalan menuju kendali perilaku (Nye, 2000). Penulis lain juga telah menunjukkan efek samping dari hukuman dan menyimpulkan bahwa walaupun hukuman mungkin menghapuskan perilaku target tetapi penggunaan teknik ini terus menerus mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan dan sering susah untuk dikendalikan (Kazdin, 2001; miltenberger, 2004). Sebagian efek samping ini adalah reaksi emosional atas hukuman, mencari jalan keluar dan perilaku menghindar, penguatan negatif untuk penggunaan hukuman, modeling penggunaan hukuman, dan isu etis. Hukuman harus digunakan hanya setelah pendekatan yang telah diterapkan dan ditemukan untuk tidak efektif dalam mengubah masalah prilaku (Kazdin, 2001; miltenberger, 2004). Ada suatu tempat untuk hukuman pada program perubahan perilaku, tapi hukuman harus digunakan hanya untuk melengkapi strategi penguatan yang mengarah pada pengembangan lain yang sesuai dengan perilaku (Kazdin, 2001).

Model Assesmen Fungsional

Miltenberger ( 2004) menguraikan bagaimana cara untuk berhadapan dengan masalah perilaku melalui langkah demi langkah assesmen fungsional dan program perawatan :

  • Langkah pertama yaitu melakukan suatu dugaan fungsional untuk mengumpulkan data tentang masa lalu dan konsekuensi yang secara fungsional dihubungkan dengan kejadian dari permasalahan perilaku.
  • Untuk melakukan suatu dugaan fungsional, menggunakan kedua metode tidak langsung (interview perilaku atau kuisioner untuk mengumpulkan informasi tentang permasalahan perilaku) dan metode pengamatan langsung.
  • Berdasarkan pada pengumpulan informasi dari dugaan fungsional, terapis mengembangkan hipotesis tentang sifat alami dari masalah perilaku dan kondisi-kondisi yang mendukung perilaku ini.
  • Ketika fungsi masalah perilaku yang berbeda dikenali, perawatan fungsional ditujukan untuk menunjukkan masa lalu dan hipotesis konsekuensi untuk memelihara masalah perilaku. Perawatan fungsional meliputi teknik-teknik di bawah ini :
  1. Penguatan diferensial dari perilaku yang diinginkan untuk mengganti masalah perilaku, yang mungkin meliputi prosedur penguatan positif dan negative.
  2. Pemunahan masalah perilaku dengan menahan penguatan ( dikenali pada proses dugaan fungsional ) yang ditemukan untuk perawatan masalah.
  3. Mendahulukan prosedur control yang mana pendahuluan dimanipulasi dalam percobaan untuk mencegah terjadinya permasalah perilaku dan mempromosikan perilaku alternatif untuk mengganti masalah perilaku.
  • Prosedur hukuman negatif mungkin digunakan untuk mengurangi masalah perilaku, tetapi hanya setelah pendekatan fungsional telah dicoba.
  • Setelah metode perawatan ini digunakan, sangat penting untuk mengembangkan strategi mempromosikan penyamarataan suatu pemeliharaan perilaku yang telah terjadi.

Pelatihan relaksasi dan metoda yang berhubungan

Pelatihan relaksasi telah mulai popular sebagai metode mengajar orang untuk mengatasi tekanan yang disebabkan kehidupan sehari-hari. Hal itu mengarah pada keberhasilan otot dan relaksasi mental dan mudah dipelajari. Setelah klien belajar dasar dari prosedur relaksasi, sangat penting bagi mereka untuk berlatih latihan ini setiap hari nuntuk memperoleh hasil maksimal.

Pelatihan relaksasi melibatkan beberapa komponen yang secara khas diperlukan 4 hingga 8 jam instruksi. Klien diberi satu set instruksi yang menanyakan mereka untuk rileks. Mereka mengasumsikan suatu posisi pasif dan rileks dalam lingkungan yang tenang. Bernafas dalam dan tenang juga menghasilkan relaksasi. Pada waktu yang sama klien belajar untuk bermental “lepas”, mungkin dengan memfokuskan pada gambaran atau pikiran yang menyenangkan. Klien didukung untuk benar-benar merasakan dan mengalami kenaikan itu, untuk mengetahui otot mereka mulai tegang dan mempelajari kenaikan ini, dan untuk menahan dan sepenuhnya mengalami kenaikan ini. Ini juga berguna untuk klien dalam mengalami perbedaan antara suatu tegangan dan suatu relaksasi. Relaksasi menjadi ditanggapi dengan baik, yang mana menjadi suatu kebiasaan bila dilatih setiap hari dalam 20 atau 25 menit.

Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi Sistematis yang didasarkan pada prinsip kondisi klasik, adalah dasar prosedur tingkah laku yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, seorang pelopor terapi perilaku. Bayangan klien lebih menimbulkan ketertarikan pada waktu yang sama bahwa mereka terlibat dalam suatu perilaku yang bersaing dengan kecemasan. Prosedur ini bisa dipertimbangkan sebagai format terapi pembukaan karena klien diminta untuk membuka diri mereka agar tertarik untuk membayangkan sesuatu sebagai jalan untuk menurunkan kecemasan
Sebelum menerapkan prosedur desensitisasi, terapis memeriksa interview awal untuk mengidentifikasi informasi spesifik untuk mengumpulkan informasi latar belakang yang relevan tentang klien. Interview ini, yang mungkin menjadi bagian terakhir, memberi terapis pengertian yang baik tentang siapakah klien. Terapis mempertanyakan pada klien tentang keadaan tertentu yang menimbulkan kondisi ketakutan.

Cormier dan Nurius (2003), mendeskripsikan beberapa langkah dalam menggunakan system desensitization:

  1. Relaxation training
  2. Development of the anxiety hierarchy
  3. Sistem desentization yang benar

1. Relaxation training

Terapis bersikap sangat tenang, lembut dan berbicara dengan nyaman untuk meningkatkan relaksasi otot.Klien diminta untuk membayangkan lebih dahulu situasi-situasi yang menyenangkan,.Hal ini penting agar klien mendapatkan ketenangan dan kedamaian.Klien kemudian dibimbing bagaimana cara merelaksasi seluruh otot sambil memvisulisasikakan macam-macam bagian tubuh dengan tekanan pada otot wajah.Otot lengan direlaksasi terlebih dahulu, dilanjutkan otot kepala, leher dan bahu, punggung, perut dan ronga dada dan kemudian kaki.Klien diminta untuk berlatih relaksas diluar sesi selama 30 menit setiap hari

2. Menyusun Tingkatan Kecemasan

Terapis bersama dengan klien menyusun suatu tingkatan kecemasan kedalam wilayah-wilayah tertentu, seperti penolakan, cemburu, ketidak setujuan, kritikan atau suatu phobia yang teranalisa.Terapis membuat sebuah daftar bertingkat mengenai situasi-situasi yang dapat menyebabkan peningkatan kecemasan atau penghindaran.Tingkatan disusun kedalam situasi yang paling buruk yang dapat dibayangkan oleh klien ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan yang tarafnya paling rendah.Jika klien telah ditentukan memiliki kecemasan yang berhubungan dengan penolakan.Misalnya, situasi yang dapat menimbulkan kecemasan tertinggi boleh jadi penolakan oleh pasangannya kemudian penolakan oleh teman dekat dan kemudian oleh teman kerja.Situasi yang tingkat mengganggunya paling rendah boleh jadi penolakan oleh orang yang tak dikenal klien dalam sebuah pesta.

3. Sistem Desensitisasi

Desensitization dimulai setelah beberapa sesi interview lengkap.Proses desensitisation dengan keadaan klien yang rileks dengan mata tertutup. Terapis menciptakan keadaan yang netral sementara klien diminta untuk membayangkan dirinya berada didalamnya.Jika klien mampu untuk tetap santai, mintalah dirinya untuk membayangkan dirinya berada dalm keadaan yang dapat menimbulkan kecemasan yang tingkatnya paling rendah.Terapis terus mengungkapkan secara bertingkat keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kecemasan sampai klien menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi oleh terapis diakhiri.Kemudan relaksasi dilakukan lagi dan terapis kembali mengungkapkan keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kecemasan.Treatmen diakhiri saat klien mampu untuk tetap dalam kondisi relaks saat membayangkan kondisi yang sebelumnya paling mengganggu dan menimbulkan kecemasan. Inti dari system desensitisasi adalah mengulang proses membayangkan situasi-situasi yang dapat menimbulkan kecemasan tanpa mengalami konsekuensi negatif.

TERAPI EXPOSURE

Terapi exposure di desain untuk menangani ketakutan dan respon emosi negative lainnya dengan mengenalkan klien pada kondisi-kondisi yang dapat nenimbulkan kecemasan, di bawah kondisi yang terkontrol oleh terapis.

In Vivo Desensitization

Melibatkan klien untuk mengekspos situasi nyata yang menakutkan dalam kehidupan sehari-harinya.Klien dapat menghentikan exposure-nya jika dirinya mengalami kecemasan tingkat tinggi.

Flooding (Pembanjiran)

Bentuk lain terapi ekspose adalah flooding (pembanjiran), yang mengacu pada in vivo atau imaginal ekspose untuk menimbulkan stimulus pembangkit kecemasan untuk suatu periode yang diperpanjang.Karakteristik dari semua terapi ekspose adalah walaupun klien mengalami kecemasan sepanjang pengeksposan, konsekuensi negative tidak terjadi.
In vivo flooding terdiri dari menguatkan dan memperpanjang ekspose yang menghasilkan stimuli untuk merangsang kecemasan yang nyata Secara umum,rasa takut yang tinggi pada klien mempertahankan kecemasan mereka melalui penggunaan perilaku maladaptive.di dalam flooding, klien dicegah dari penggunaan respon maladapitf saat berada dalam situasi yang membangkitkan kecemasan. Imaginal flooding didasarkan pada prinsip-prisip yang sama dan mengikuti prosedur yang sama kecuali terjadi ekspose pada imajinasi klien di kehiduapan sehari-harinyaKeuntungan menggunakan imaginal flooding pada in vivo flooding adalah bahwa tidak ada pembatasan sifat alami situasi-situasi yang membangkitkan kecemasan yang dapat diperlakukan.

EYE MOVEMENT DESENSITIZATION and REPROCESSING (EMDR)
EMDR adalah salah satu bentuk terapi exposure yang melibatkan imajinasi pembajiran (imaginal flooding), pembentukan ulang pola pikir dan menggunakan kecepatan, irama pergerakan mata dan rangsangan dari dua belah pihak untuk menangani klien yang mengalami traumatic stress. EMDR dikembangkan oleh Francine Shapiro (2001), Prosedur terapi ini mengambil cakupan luas dari intervensi behavioral.Di desain untuk membantu klien yang menghadapi gangguan stress pascatrauma.
EMDR terdiri atas delapan tahap inti yang banyak diambil dari prosedur yang digunakan dalam terapi behavior:

  1. EMDR digunakan untuk menolong klien membentuk kembali pola pikir mereka atau untuk memproses ulang informasi yang mereka miliki.Seperti halnya pada terapi behavior, tahap awal pada perawatan ini membutuhkan pemahaman akan masalah klien, mengidentifikasi dan mengevaluasi tujuan perawatan secara spesifik.
  2. Tahap persiapan melibatkan sebuah terapi kelompok.Terapis menjelaskan proses dan pengaruh EMDR, mendiskusikan tujuan dan harapan yang mungkin dimiliki klien, tahap ini dimulai dengan melakukan relaksasi dan nenciptakan suasana yang nyaman saat klien dpat mempertahankan imajinasi emosinya.
  3. Tahap assessment (pengukuran) meliputi, identifikasi memori traumatis yang menimbulkan kecemasan, identifikasi sensasi emosional dan fisik yang dihubungkan dangan peristiwa traumatis, evaluasi terhadap skala Subjective Unit of Disturbance (SUD), identifikasi terhadap kognisi negative yang dihubungkan dengan peristiwa yang mengganggu, dan menemukan suatu kepercayaan adaptif yang akan mengurangi tingkat kecemasan.
  4. Di dalam tahap desentisasi, klien diminta untuk memvisualisasikan gambaran traumatiknya, menuturkan kepercayaan maladaptifnya, dan memperhatikan sensasi fisiknya.Proses pengeksposan terbatas, klien diminta untuk mengekspose keadaan yang paling mengganggu selama kurang dari semenit tiap sesinya..Klien diminta untuk: a. Membuang pengalaman negatifnya; b. Melaporkan apa yang dibayangkannya, dirasakan dan dipikirkannya.
  5. Tahap Instalasi terdiri dari penerapan dan peningkatan kekuatan pola pikir (kognisi) positif klien yang telah teridentifikasi sebagai pengganti pola pikir negatif.Kenyataan untuk mengasosiasikan peristiwa traumatic dengan kepercayaan yang adaptif sehingga memori tidak lagi mampu menimbulkan kecemasan dan pikiran negatif.Fokus yang menjadi kekuatan pada klien adalah memiliki positive self assessment (penilaian diri yang positif), yang menjadi hal sangat penting untuk mencapai peningkatan terapi.
  6. Setelah pola pikir positif ditanamkan, klien diminta untuk memvisualisasikan peristiwa traumatic dan pola pikir positifnya kemudian terapis memeriksa badannya dari atas sampai bawah dan mengidentifikasi tegangan seluruh tubuhnya.Pemeriksaan selesai ketika klien mampu memvisualisasikan peristiwa tersebut, dan pada saat yang sama, sebagian kecil tubuh mengalami ketegangan dan tetap mampu berpikir positif.
  7. Penting untuk menutup tiap-tiap sesi dengan baik.Terapis hendaknya mengingatkan klien bahwa dirinya mungkin akan mengalami gangguan imajinasi, emosi, dan pemikiran antara tiap-tiap sesi.Klien diminta untuk mencatat dalam buku harian atau jurnal dan merekam hal-hal yang mengganggunya..Beberapa intervensi dari klien diharapkan untuk melakukan beberapa kegiatan selama proses perawatan seperti relaksasi, menciptakan imajinasi, meditasi, self monitoring, dan latihan pernafasan.
  8. Mengevaluasi kembali perawatan yang sudah dijalani, hendaknya diterapkan pada awal masing-masing sesi baru.Tahap EMDR yang terakhir meliputi beberapa proses behavioural, yaitu: reconceptualisasi permasalahan klien, penetapan tujuan baru proses terapi, melaksanakan desensitisasi lebih lanjut , melanjutkan tugas merestukturisasi aspek kognitif, melanjutkan proses self monitoring , dan secara kolaboratif mengevaluasi hasil perawatan.

ASSERTION TRAINING

Banyak orang yang merasa kesulitan untuk membuat keputusan yang tegas bagi diri mereka sendiri. Orang dengan keterampilan sosial yang kurang seringkali mengalami kesulitan interpersonal di rumah, di tempat kerja, di sekolah, dan selama waktu luang. Assertion training sangat berguna bagi:

  1. orang yang tidak dapat menunjukkan kemarahan atau kejengkelan
  2. orang yang kesulitan berkata ’tidak’
  3. orang yang terlalu sopan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari dirinya
  4. orang yang kesulitan mengekspresikan afeksi dan respon-respon positif lainnya
  5. orang yang merasa bahwa mereka tidak punya hakuntuk menyatakan pemikiran, keyakinan, dan perasaannya
  6. orang yang menderita phobia sosial

Asumsi dasar yang mendasari assertion training adalah bahwa seseorang mempunyai hak (bukan kewajiban) untuk mengekspresikan dirinya. Salah satu tujuan assertion training adalah untuk meningkatkan kemampuan berperilaku individu sehingga mereka dapat membuat pilihan reaksi apa yang akan ditunjukkan dalam situasi tertentu. Tujuan lainnya adalah mengajarkan seseorang untuk mengekspresikan dirinya dengan cara-cara yang merefleksikan sensitivitasnya terhadap perasaan dan hak-hak orang lain. Asersi bukan berarti agresi. Jadi, seseorang yang benar-benar asertif tidak akan egois hanya mempertahankan haknya saja dan mengabaikan perasaan orang lain.

Beberapa metode assertion training didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif behavioral. Umumnya, terapis mengajarkan dan memberi contoh perilaku yang diharapkan muncul pada klien. Perilaku-perilaku tersebut diajarkan dalam ruang terapi dan kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Assertion training biasa dilaksanakan berkelompok. Jika format kelompok digunakan, modeling dan instruksi-instruksi diberikan pada semua anggota kelompok. Para anggota kemudian berlatih kemampuan berperilaku secara bergantian (role-play). Setelah latihan tersebut, para anggota diberi feedback (umpan balik) yang berisi penguatan atas aspek-aspek perilaku yang benar dan instruksi-instruksi tentang bagaimana memperbaiki perilaku tersebut. Masing-masing anggota ikut serta dalam latihan berperilaku asertif yang lebih jauh sampai kemampuannya ditunjukkan secara adekuat dalam berbagai situasi simulasi (latihan) (Miltenberger,2004).

 SELF MANAGEMENT PROGRAMS & SELF-DIRECTED BEHAVIOR 

Dalam program self management individu membuat keputusan mengenai perilaku spesifik yang ingin mereka kontrol/rubah. Beberapa contoh umum adalah mengendalikan perilaku merokok, mabuk atau memakai obat terlarang, belajar pembelajaran dan kemampuan mengatur waktu, serta menghadapi obesitas dan terlalu banyak makan. Seseorang kadang menemukan bahwa alasan utama mereka tidak dapat mencapai tujuan adalah kekurangan kemampuan-kemampuan tertentu atau pengharapan yang tidak realistis. Dalam area-area tertentu pendekatan self directed dapat menyediakan panduan untuk perubahan dan sebuah rencana yang akan mengarahkan pada perubahan. Lima karakteristik dari program self management yang efektif dikemukakan oleh Cormier dan Nurius :

  1. Kombinasi dari berbagai strategi self management biasanya lebih berguna daripada hanya satu strategi tunggal
  2. Usaha self management harus dilakukan terus-menerus dalam suatu periode atau efektivitasnya untuk memunculkan perubahan yang signifikan terbatasi
  3. Klien perlu untuk membuat self evaluation dan menentukan tujuan-tujuan yang sanga bermakna pribadi bagi mereka
  4. Pemakaian self reinforcement adalah sebuah komponen penting dari program self management
  5. Kadang dukungan dari lingkungan dibutuhkan untuk mempertahankan perubahan-perubahan yang dihasilkan dari program self management

Meskipun harapan bisa menjadi faktor terapeutik yang menyebabkan perubahan, harapan yang tidak realistis dapat membuka jalan bagi suatu pola kegagalan dalam sebuah program self change. Jika ingin sukses dalam program seperti ini, dibutuhkan sebuah analisis yang hati-hati dan tahap-tahap dasar dari program self management yang disediakan oleh Watson dan Tharp (2002) ini harus diikuti:

1. Memilih tujuan

Tahap pertama dimulai dengan menetapkan perubahan apa yang diinginkan. Tujuan-tujuan harus ditetapkan sat itu juga dan tujuan itu harus dapat diukur, dapat dicapai, positif, dan penting bagi orang tersebut. Harapan sebaiknya realistis.
2. Mewujudkan tujuan-tujuan ke dalam perilaku target

Berikutnya, tujuan-tujuan yang telah dipilih diwujudkan dalam perilaku-perilaku target. Pertanyaan kuncinya adalah,”Perilaku spesifik apa yang ingin aku tingkatkan atau kurangi?”

3. Self monitoring

Satu tahap pertama yang penting dalam self directed change adalah proses self monitoring, di mana klien dengan sengaja dan sistematis mengobservasi perilaku mereka sendiri. Salah satu metode paling sederhana untuk mengobservasi perilaku adalah dengan membuat catatan harian behavioral. Kejadian dari perilaku-perilaku khusus dicatat oleh klien, bersama dengan komentar-komentar mengenai isyarat-isyarat anteseden yang relevan dan konsekuensi-konsekuensi.

4. Menyusun sebuah rencana perubahan

Tahap ini dimulai dengan membandingkan antara informasi yang dihasilkan dari self monitoring dan standar klien untuk perilaku spesifik. Setelah klien membuat evaluasi atas perubahan behavioral yang ingin mereka dapatkan, mereka melaksanakan sebuah perubahan aktual yang termasuk metode seperti punishment, stimulus control, behavioral contracts dan dukungan sosial. Beberapa tipe sistem self reinforcement diperlukan dalam rencana ini karena reinforcement adalah inti dari terapi behavior modern. Self reinforcement adalah strategi sementara yang digunakan klien sampai mereka sukses mengimplementasikan perilaku baru mereka dalam kehidupan sehari-hari. Sangatlah penting klien mengambil langkah-langkah untuk meyakinkan bahwa mereka mempertahankan perubahan yang telah mereka capai.

5. Evaluasi sebuah rencana aksi

Untuk menentukan sejauh mana klien mencapai tujuan mereka, sangat perlu untuk mengevaluasi rencana perubahan tersebut. Rencana tersebut terus menerus diperbaiki dan direvisi sambil klien mencari cara lain untuk mencapai tujuannya. Evaluasi adalah sebuah proses terus-menerus dan bukan hanya kejadian sesaat dan self change adalah sebuah latihan seumur hidup. Kesuksesan usaha self change dimulai dengan menentukan suatu tujuan realistis dan menyediakan sebuah rencana konkrit untuk mencapai perubahan perilaku. Strategi self management sudah diterapkan pada beberapa populasi dan masalah seperti kecemasan, depresi, dan rasa sakit. Penelitian atas self management telah dilaksanakan dalam berbagai macam masalah kesehatan antara lain arthritis, asma, kanker, penyakit jantung, penyalahgunaan zat, diabetes, sakit kepala, gangguan penglihatan, nutrisi dan perawatan kesehatan diri. (Cormier & Nurius,2003).

TERAPI MULTIMODAL: TERAPI CLINICAL BEHAVIOR

Terapi multimodal adalah sebuah sebuah pendekatan yang komprehensif, sistematis, dan holistik dalam terapi behavior yang dikembangkan oleh Arnold Lazarus. Pendekatan ini berkembang dalam teori belajar sosial dan teori kognitif dan menggunakan teknik-teknik behavioral dalam mengatasi berbagai macam permasalahan. Model ini menyatakan bahwa kita adalah makhluk sosial yang bergerak, merasa, mengerti, membayangkan, dan berpikir.

Terapi multimodal adalah sebuah sistem terbuka yang mendukung technical eclecticism. Teknik baru yang secara konstan diperkenalkan dan memperbaiki teknik-teknik yang sudah ada, namun tidak pernah digunakan dalam tatacara yang dipaksakan.

TECHNICAL ECLECTICISM

Terapis multimodal meminjam teknik-teknik dari beberapa sistem terapi lain. Beberapa teknik yang mereka gunakan di dalam terapi individual antara lain: training manajemen kecemasan (Anxiety-Management Training), behavior rehearsal, bibliotherapy, biofeedback, communication training, contingency contracting, mediation, positive imagery, positive reinforcement, relaxation training, self instruction training, sensate focus training, time projection, dan thought stopping. Sebagian besar taknik-teknik tersebut adalah metode-metode behavioral standar yang diambil dari 4 cabang utama pendekatan behavioral.

Para terapis mengakui bahwa beberapa klien yang datang mengikuti terapi perlu mempelajari keterampilan-keterampilan dan terapis harus mau mengajarkan, melatih, mendidik, memberi contoh, dan mengarahkan kliennya. Mereka secara ksusus berfungsi sebagai penyedia informasi, instruksi, dan reaksi. Mereka menantang keyakinan-keyakinan self defeating, menawarkan feedback yang konstruktif, memberikan reinforcement positif dan self disclosing yang tepat. Sangatlah perlu terapis memulai dari mana klien berada dan kemudian bergerak ke dalam area-area produktif lain untuk dieksplorasi. Kegagalan untuk memahami situasi klien dapat dengan mudah menyebabkan klien merasa terasing dan salah paham (Lazarus,2000b).

THE BASIC I.D.

Esensi dari pendekatan multimodal Lazarus adalah premis yang menyatakan bahwa kepribadian kompleks manusia dapat dibagi dalam 7 area fungsi utama, yaitu: B = Behavior, A = Affective responses, S = Sensations, I = Images, C = Cognitions, I = Interpersonal relationship, dan D = Drugs, biological functions, nutrition dan exercise (Lazarus). Meskipun modalitas-modalitas tersebut saling berpengaruh, mereka dapat dipertimbangkan sebagai fungsi-fungsi tersendiri.

Terapi multimodal dimulai dengan sebuah asesmen komprehensif atas ketujuh modalitas fungsi manusia dan interaksi antar modalitas-modalitas tersebut. Sebuah asesmen yang komplit dan program treatment harus memberikan keterangan masing-masing modalitas dari BASIC ID tersebut, di mana peta kognitif saling berhubungan dengan masing-masing aspek kepribadian. Pendekatan Multimodal ini didasarkan pada tipe-tipe pertanyaan yang diajukan Lazarus :

  1. Behavior. Model ini mengarah pada perilaku berterus terang, termasuk di dalamnya tindakan, kebiasaan, reaksi yang dapat diamati dan dapat diukur. Contoh : “apa yang ingin kau ubah?” “seberapa aktif dirimu?”
  2. Afeksi. Model ini mengarah pada emosi, suasana hati, perasaan yang kuat. Contoh : “apa yang dapat membuatmu tertawa, sedih, menangis, senang, takut?”
  3. Sensasi. Model ini mengarah pada panca indera.
    Contoh : “sensasi seperti apa yang paling kau sukai atau tidak kau sukai dari melihat, memcium, mendengarkan, menyentuh, dan merasa?”
  4. Imajinasi. Model ini mengarah pada cara dimana kita menggambarkan diri sendiri, dan di dalamnya terdapat kenangan, mimpi, dan fantasi.
    Contoh : “bagaimana kamu melihat tubuhmu?” “bagaiman kamu melihat dirimu sendiri?”
  5. Kognitif. Model ini mengarah pada kemampuan untuk mengerti, filosofi, ide, opini, dan judgement, juga sikap, dan kepercayaan.
    Contoh : “bagaiman pemikiran-pemikiranmu dapat berdampak pada emosimu?” “apakah hal-hal negatif yang kau katakan pada dirimu?”
  6. Hubungan Interpersonal. Model ini berhubungan pada interaksi dengan orang lain.
    Contoh : “apa yang kau harapkan dari orang-orang dalam hidupmu?” “adakah beberapa hubungan dengan beberapa orang yang ingin kau ubah?”
  7. Obat-obatn/Biologis. Tidak hanya meliputi obat-obatan, tetapi juga kebiasaan-kebiasaan klien yang berhubungan dengan nutrisi dan olahraga mereka.
    Contoh : “apakah anda memperhatikan kesehatan anda?” “apakah kebiasaan-kebiasaanmu

Terapi Ringkas dan Menyeluruh

Terapi komprehensif dan menyeluruh ini termasuk di dalamnya mengoreksi ketidakpercayaan, perilaku devian, perasaan tidak suka, dan kemungkinan biokemikal yang tidak seimbang. Terapis multimodal percaya bahwa klien belajar banyak dalam terapi sedangkan kemungkinana terkecilnya adalah masalah-masalah lama yang akan terjadi lagi.

Franks menyatakan : “Terapi ringkas multimodal adalah terapi behavior dalam salah satu bentuk paling popular. Efisien, efektif, teachable, dan menyeluruh tanpa menjadi kaku.

Terapis mengidentifikasi satu isu specific dari masing-masing aspek dari BASIC I.D. Kerangka kerja sebagai sebuah target untuk mengubah dan mengajari klien sebuah susunan teknik yang dapat mereka gunakan untuk melawan pikiran yang bersalah, untuk belajar bersikap santai dalam situasi stres, dan untuk mendapat kemampuan interpersonal efektif.

Terapis Peran Multimodal

Terapis multimodal menjaga untuk menjadi sangat aktif selama sesi terapi, memfungsikan sebagai trainer, pengajar, konsultan, dan contoh peran. Mereka memberikan informasi, instruksi, dan timbale balik seperti contoh perilaku asertif, menantang penolakan kepercayaan, menawarkan saran, menawarkan reinforcement positif, dan menjadi lebih membuka diri.

Terapi panggilan efektif bagi konselor untuk menjadi “bunglon otentik”(Lazarus, 1993), yang berarti bahwa sesuatu dimainkan secara fleksibel dalam gaya berhubungan adalah sama pentingnya dengan teknik meningkatkan hasil perawatan. Terapis butuh untuk membuat beberapa pilihan rasa menyesal dengan berbagai gaya berbeda dalam berhubungan dengan klien. Mereka akan memutuskan kapan dan bagaimana secara langsung terlibat atau hanya sekadar mendukung, dingin atau hangat, formal atau informal, dan kuat atau lembut. Yang terpenting adalah kemampuan terapis untuk menggabungkan gaya berhubungan yang paling sesuai.

Penggabungan Teknik Behavioral dengan Pendekatan Psikoanalitik Kontemporer
Aspek-aspek terapi behavior dapat dikombinasikan dengan sejumlah pendekatan-pendekatan terapeutik.

  • Dalam fase pertama, konselor harus mampu untuk mendengar cerita dari klien, untuk mengerti dunia fenomenologi mereka, dan untuk membangun rapor dengan mereka. Pada fase ini konselor harus menggali perasaan menyesal klien dari masa lalu dan keadaan sekarang dan contoh pemikiran yang mempengaruhi interpretasi klien terhadap dunia.
  • Dalam fase kedua, insight ini jarang memungkinkan klien untuk mengakui dan mengekspresikan kenangan-kenangan buruk, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran. Karena klien mampu untuk memproses yang direpresi sebelumnya dan memori disosiasi dan perasaan dalam konseling, perubahan-perubahan kognitif dalam persepsi diri dan yang jarang terjadi. Karena klien sedang mengusahakan secara kognitif proses penstrukturan ulang situasi hidup, mereka mandapatkan sesuatu yang baru dan beradaptasi dengan cara berpikir, berperasaan, dan meniru.
  • Dalam fase ketiga dan perawatan fase akhir, dimana merupakan fase tindakan. Saat bagi klien untuk berusaha memperbarui perilaku berdasarkan pada kemampuan insight, pengertian, dan penstrukturan ulang kognitif yang dipeoleh pada fase konseling teradahulu. Pengakhiran konseling adalah sebuah keputusan yang berdasarkan pada perubahan kualitatif dalam hubungan klien dan gaya hidup.

Berdasarkan Morgan dan MacMillan (1999), terdapat peningkatan dalam literature bahwa teknik kognitif behavioral perlu diperhatikan, perubahan-perubahan kognitif klien. Mengadaptasi dari konsep dasar pemikiran psikoanalisis untuk menghubungkan terapi secara ringkas membuat pendekatan-pendekatan ini berguna dalam terapi waktu-terbatas.

TERAPI BEHAVIOR DARI SEBUAH PERSPEKTIF MULTIKULTURAL

Kontribusi untuk Konseling Multikultural

Terapi behavior memiliki beberapa keuntungan dibandingkan teori-teori lain yang bekerja dalam populasi multikultural. Karena kebudayaan dan latar belakang etnik mereka, beberapa klien memegang nilai-nilai yang berlawanan terhadap pengekspresian perasaan dan saling berbagi antarindividu. Konseling behavioral tidak menitikberatkan pada pengalaman katarsis. Yakni mengubah perilaku spesifik dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan-masalah. Klien yang merencanakan tindakan dan perubahan behavioral memungkinkan untuk bekerja sama dengan pendekatan ini karena mereka dapat melihat bahwa hal itu menawarkan pada mereka metode-metode kongkrit untuk berdamai dengan permasalahan-permasalahan hidup mereka. Tanaka Matsumi dkk (2002) menyatakan bahwa terapi behavior berdasarkan pada sebuah analisis eksperimental behavior dalam lingkungan social klien. Pendekatan behavioral telah bergerak melebihi perlakuan terhadap masalah behavioral klien. Hal ini memberikan penekanan pada suatu assessment yang cermat untuk memastikan bahwa tidak hanya kondisi tertentu yang bias menimbulkan masalah pada klien, tetapi juga klien mau menerima perubahan pada tingkah lakunya dan apakah perubahan tesebut memberikan peranan yang penting dalam kehidupan klien. Dalam membuat suatu assessment yang tepat terapis behavioral memasukkan konteks kebudayaan. Dimana tingkah laku klien juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan social budaya klien. Sumber-sumber atau pengaruh yang kuat yang didapat dari lingkungan disekeliling klien dapat membawa perubahan terhadap klien.

KETERBATASAN DALAM KONSELING MULTIKULTURAL

Menurut Spiegler & Guevremont (2003), tantangan kedepan untuk terapis behavioral adalah untuk mengembangkan secara empiris didasarkan rekomendasi tentang bagaimana terapi behavioral dapat secara optimal melayani bermacam-macam klien dengan budaya yang berbeda-beda. Meskipun terapi behavioral sensitive terhadap perbedaan antara klien delam pengertian yang luas terapis behavioral memerlukan untuk menjadi lebih responsive terhadap isu-isu khusus yang menyinggung semua bentuk perbedaan. Karena ras, gender etnik dan orientasi seksual adalah factor yang kritis yang mempengaruhi proses dan hasil dari terapi. Ketika klien membuat perubahan secara personal yang signifikan sangat mungkin bahwa orang-orang disekeliling klien akan bereaksi secara berbeda terhadap perubahan tingkah laku klien. Oleh karena itu, sebelum memutuskan terlalu cepat dalam pencapaian tujuan terapi konselor dank lien memerlukan diskusi tentang keuntungan dan kerugian dari perubahan yang akan dialami oleh klien.

RANGKUMAN DAN EVALUASI.

Terapi behavioral mempunyai karaktiristik khusus dalam berbagai hal. Tidak hanya pada konsep dasar tetapi juga pada teknik-tekniknya yang dapat diaplikasikan langsung dalam menanggulangi masalah-masalah khusus. Pergerakan behavioral memasukkan 4 mayor area dalam perkembangannya : Operant Conditioning, Classical Conditioning, Teori Belajar Sosial dan meningkatkan perhatian kepada faktor-faktor kognitif yang mempengaruhi tingkah laku.

SUMBER

 

http://ururureaoka.blogspot.com/2011/10/behavior-therapy.html

 

Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET—Rational Emotion Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.

Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks Theories of Counselling (1979).

Menurut pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational Emotive Terapi (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J. Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).

Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:

  1. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
  2. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
  3. Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
  4. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
  5. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irationalbeliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:

Teapi Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behavioral therapy) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan proses reduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.

Teapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief,  dan Emotional consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

Terapi Emotif Rasional (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.

Teapi Emotif Rasional menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.

TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.

Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.

Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.

Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena:

  1. Terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas,
  2. Orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi,
  3. Orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.

Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa “gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah”.

TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.

Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.

Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.

Tujuan konseling Rational Emotif Therapy pada umumnya adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekwatiran, ketidakyakinan diri, dan semacamnya dan mencapai prilaku rasional, kebahagiaan dan aktualisasi diri. Atau untuk menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan  hidup yang lebih toleran dan masuk akal.(rasional). Berangkat dari pandangan tentang hakikat manusia, tujuan konseling menurut Albert Elis adalah membentuk pribadi manusia yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berfikir yang irasional. Dalam pandangan elis , cara berfikir irasional itulah yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosional. Untuk mencapai tujuan tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara berfikirnya sendiri.

Terdapat tiga tingkatan pemahaman yang perlu dicapai dalam pendekatan Rational Emotif Therapy:

  1. Pemahaman (insight) dicapai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab-penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) yang lalu dan masa kini.
  2. Pemahaman terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang memgganggu klien pada saat itu adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dan diperoleh sebelumnya.
  3. Pemahaman dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar  dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan’’ keyakinan yang irasional.

Tujuan dari konseling Rasional Emotif Therapy adalah memperbaiki dan mengubah segala perilaku irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya. Selain itu menurut Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Rational Emotif Therapy yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu: “meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”.

Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka. Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidak bahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional. Selain itu tujuan dari Rational Emotive Therapy adalah:

  1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
  3. Untuk membangun pribadi yang berfikiran positif

 

Sumber:

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2258659-tujuan-pendekatan-rational-emotif-therapy/#ixzz03EzZcWwp

http://fromapieceofdiary.blogspot.com/2012/04/rational-emotive-therapy-atau-teori.html

Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antar pribadi yang mendasar.

Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok

Analisis Transaksional (AT) lebih menekankan pada aspek kognitif, rasional dan behavioral tentang kepribadian serta berorientasi pada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat keputusan-keputusan dan rencana baru bagi kehidupannya. Analisis Transaksional dipandang sebagai sesuatu yang positif, karena manusia secara filosofis dapat ditingkatkan, dikembangkan dan diubah secara langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahkan menyenangkan. Secara keseluruhan dasar filosofis Analisis Transaksional bermula dari asumsi bahwa semuanya baik atau OK, artinya bahwa setiap perilaku individu mempunyai dasar menyenangkan dan mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Di dalam melakukan hubungan dengan orang lain, sangat perhatian dan mengayomi lawan bicaranya, mengundang individu lain untuk senang, cocok dan saling mengisi, yang didalam dasar teori dan praktek AT disebut I`m OK and you`re OK (Saya Oke dan Anda Oke). Teori Analisis Transaksional mendasarkan pada decisional model, artinya setiap ndividu mempelajari perilaku yang spesifik dan memutuskan rencana hidupnya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya. Meskipun sewaktu masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang tuanya atau orang lain akan tetapi individu memutuskan sesuatunya secara khas.

 Adapun konsep pokok dari analisis transaksional menurut Corey (2005) adalah:

  1. Pandangan tentang manusia. Analisis transaksional berakar pada filsafat yang antideterminasi serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisiandan pemograman awal.
  2. Perwakilan perwakilan Ego. Analisis transaksional adalah suatu system terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah lakuatau perwakilan ego yang terpisah; orang tua, orang dewasa dan anak.
  3. Skenario kehidupan dan posisi psikologi dasar. Adalah ajaran ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak dewasa.

Kebutuhan manusia akan belaian. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional.

Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antar pribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan)

Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya.

Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan transaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis.

Proses Konseling

Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi. Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.

Tujuan konseling adalah :

  1. Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
  2. Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
  3. Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
  4. Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
  5. Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
  6. Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar. Untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.

 SUMBER

Corey, Gerald. 1988. Teoridan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco. Jakarta.

Wikipedia,the free encyclopedia. 2009. Aperseption, Copyright © 2009.

http://rwiewied.blogspot.com/2011/03/pendekatan-konseling-analisa.html

Kata logoterapi (Logoteraphy) berasal dari dua kata, yaitu logo berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti makna atau meaning dan juga rohani. Adapun kata terapi berasal dari bahasa Inggris theraphy yang artinya penggunaan teknik-teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit. Jadi kata logoterapi artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup.

Logoterapi bertugas membantu pasien menemukan makna hidup. Artinya, logoterapi membuat pasien sadar tentang adanya logo tersembunyi dalam hidupnya

Logos dalam bahasa Yunani selain berarti makna (meaning) juga berarti rohani (spirituality). Dengan demikian, secara umum logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohanian, disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosial). Namun Frankl menyatakan bahwa spirituality atau keruhanian dalam logoterapi tidak mengandung konotasi agama, bahkan menyatakan ajaran logoterapi bersifat sekuler.

Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga, jiwa, rohani yang tak terpisahkan. Seorang psikoterapis tidak mungkin dapat memahami dan melakukan terapi secara baik, bila mengabaikan dimensi rohani yang justru merupakan salah satu sumber kekuatan dan kesehatan manusia. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian pada kualitas-kualitas insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani, kreativitas, rasa humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu dalam terapi dan pengembangan kesehatan mental.

Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Oleh sebab itu sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat berbeda dengan pleasure principle (prinsip kesenangan atau lazim dikenal dengan keinginan untuk mencari kesenangan) yang merupakan dasar dari aliran psikoanalisis Freud dan juga berbeda dengan will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan).

Oleh karena itu, kenikmatan sekalipun tidak dapat memberi arti kepada hidup manusia. Orang yang dalam hidupnya terus menerus mencari kenikmatan, akan gagal mendapatkannya karena ia memusatkannya pada hal-hal tersebut. Orang itu akan mengeluh bahwa hidupnya tidak mempunyai arti yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitasnya yang tidak mengandung nilai-nilai yang luhur. Jadi yang penting bukanlah aktivitas yang dikerjakannya, melainkan bagaimana caranya ia melakukan aktivitas itu, yaitu sejauh mana ia dapat menyatakan keunikan dirinya dalam aktivitasnya itu.

Adapun inti logoterapi dirumuskan oleh Joseph B. Fabry sebagai berikut:

  1. Hidup itu bermakna dalam kondisi apapun.
  2. Kita memiliki kehendak hidup bermakna dan menjadi bahagia hanya ketika kita merasa telah memenuhinya.
  3. Kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasan untuk memenuhi makna hidup kita.

Sedangkan tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahamai serta merealisasikan berbagai potensi dan sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.

Selain itu logoterapi juga bertujuan menolong pasien untuk menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu. Keyakinan bahwa orang mempunyai tugas yang harus diselesaikan, mempunyai nilai psikoterapeutik dan psikohigienik yang tinggi

Dalam hal ini, terapis harus menunjukkan kepada pasien bahwa setiap hidup manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu. Untuk mencapai tujuan, pasien harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Dalam rangka mencapai semua itu, pasien harus berpacu dengan waktu, karena hidup manusia dibatasi oleh kematian.

Frankl menekankan bahwa kematian atau ketidakkekalan hidup tidak membuat hidup itu tidak bermakna. Ketidakkekalan hidup lebih terkait dengan sikap bertanggung jawab, karena segala sesuatunya tergantung dari kemampuan kita untuk mewujudkan kemungkinan-kemungkinan yang pada dasarnya bersifat tidak kekal.

Logoterapi tidak menyikapi setiap penderitaan (termasuk kematian) secara pesimistis, tetapi secara aktif.

Menurut Frankl, keadaan dimana seorang individu kekurangan arti dalam kehidupan disebut sebagai kondisi noőgenic neurosis. Inilah keadaan yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan dan hampa. Menurut Frankl, individu semacam ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum), suatu kondisi yang menurut keyakinan Frankl adalah lumrah dalam zaman modern.

Menurut Frankl, hakekat dari eksistensi manusia terdiri dari 3 faktor, yaitu:

1. Spiritualitas. Spiritualitas adalah suatu konsep yang sulit dirumuskan, tidak dapat direduksikan, tidak dapat diterangkan dengan istilah – istilah material, meskipun dapat dipengaruhi oleh dunia material, namun tidak dihasilkan atau disebabkan oleh dunia material itu.

Merupakan suatu konsep yang sulit dirumuskan namun tidak dapat direduksikan dan tidak dapat diterangkan dengan bentuk-bentuk yang bersifat material, kendatipun spiritual dapat dipengaruhi oleh dimensi kebendaan. Namun tetap saja spiritualitas tidak dapat disebabkan ataupun dihasilkan oleh hal-hal yang bersifat bendawi tersebut. Istilah spiritual ini dapat disinonimkan dengan istilah jiwa

Manusia tidak dapat didikte oleh faktor-faktor non-spiritual seperti instink, kondisi spesifik, atau lingkungan

2. Kebebasan. Adanya suatu keadaan dimana manusia tidak didikte oleh faktor – faktor non spiritual, insting, warisan kita yang khusus atau kondisi lingkungan.

Kebebasan tidak dibatasi oleh hal-hal yang bersifat non spiritual, oleh insting-insting biologis, apalagi oleh kondisi-kondisi lingkungan. Manusia dianugerahi kebebasan oleh penciptanya, dan dengan kebebasan tersebut ia diharuskan untuk memilih bagaimana hidup dan bertingkah laku yang sehat secara psikologis.

Individu yang tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan kebebasan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, adalah individu yang mengalami hambatan psikologis atau neurotis. Individu yang neurotik akan menghambat pertumbuhan sekaligus pemenuhan potensi- potensi yang mereka miliki, sehingga akan mengganggu perkembangan sebagai individu secara penuh.

3. Tanggung jawab. Tidak cukup merasa bebas untuk memilih namun manusia juga harus menerima tanggung jawab terhadap pilihan tersebut. Logotherapy mengingatkan manusia terhadap tanggung jawab dengan kalimat berikut, “Hiduplah seolah – olah anda hidup untuk kedua kalinya, dan bertindak salah untuk pertama kalinya kira – kira demikian anda bertindak sekarang.”

Individu yang sehat secara psikologis menyadari sepenuhnya akan beban dan tanggung jawab yang harus mereka pikul dalam setiap fase kehidupannya, sekaligus menggunakan waktu yang mereka miliki dengan bijaksana agar hidup dapat berkembang ke arah yang lebih baik.

Kehidupan yang penuh arti sangat ditentukan oleh kualitasnya, bukan berapa lama atau berapa panjang usia hidup. Keberadaan manusia akan menjadi sehat dan efektif jika faktor-faktor tersebut di atas dapat terealisasikan dengan baik dan benar dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh individu.

Untuk mencapai dan menggunakan spiritualitas, kebebasan dan tanggung jawab semuanya tergantung pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Tanpa ketiga – tiganya tidak mungkin menemukan arti dan maksud dalam kehidupan. Dalam sistem Frankl, ada satu dorongan yang fundamental yakni kemauan akan arti yang kuat hingga mampu mengalahkan semua dorongan lain pada manusia. Tanpa arti untuk kehidupan, tidak ada alasan untuk meneruskan kehidupan. Arti kehidupan sangat istimewa dan unik bagi setiap individu sehingga arti kehidupan menjadi berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain bahkan dari momen yang satu ke momen berikutnya. Karena adanya perbedaan tersebut maka setiap orang harus menemukan caranya sendiri untuk memberikan respon.

Logoterapi dibangun diatas tiga asumsi dasar yang satu sama lain saling mempengaruhi, yaitu :

1. Fredom of will (kebebasan bersikap dan berkehendak)

Frankl sangat menantang pendekatan-pendekatan psikologi/psikiatri yang menyatakan kondisi manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh insting-insting biologis atau konflik masa kanak-kanak atau sesuatu kekuatan dari luar lainnya. Menurut Frankl meskipun kondisi luar tesebut mempengaruhi kehidupan, namun individu bebas memilih reaksi dalam menghadapi kondisi-kondisi tersebut. Manusia memang tidak akan dapat bertahan dan mampu menghilangkan kekuatan-kekuatan luar tersebut, tetapi bebas memilih sikap untuk menghadapi, merepson dang menangani kekuatan tersebut. Manusia harus menghargai kemampuannya dalam mengambil sikap untuk mencapai kondisi yang diinginkannya. Manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan ditentukan oleh lingkungannya, namun dirinyalah yang lebih menentukan apa yang akan dilakukan terhadap berbagai kondisi itu. Dengan kata lain manusialah yang menentukan dirinya sendiri.

2. Will to Meaning (kehendak untuk hidup bermakna)

Kehendak akan arti kehidupan maksudnya kebutuhan manusia untuk terus mencari makna hidup untuk eksistensinya. Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Arti yang dicari tersebut memerlukan tanggung jawab pribadi karena tidak seorangpun bisa memberikan pengertian dan menemukan maksud dan makna hidup kita selain diri kita sendiri. Dan itu merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi untuk mencari dan menemukannya. Menurut Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna ini merupakan motivasi utama yang tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan dan memenuhi tujuan dan arti hidupnya.

3. Meaning of Life (makna hidup)

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu berusaha untuk memaknai hidupnya. Pada beberapa orang, pencarian makna hidup bisa berakhir dengan keputusasaan. Keputusasaan dan kehilangan makna hidup ini merupakan neurosis, dan Frankl menyebut kondisi ini noogenic neurosis.Sebutan itu bermakna bahwa neurosis ini berbeda dengan yang disebabkan oleh konfliks psikologis dalam individu. Noogenic neurosis menggambarkan perasaan tidak bermakna, hampa, tanpa tujuan dan seterusnya. Orang-orang seperti ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum). Tetapi Frankl mengatakan bahwa kondisi tersebut lumrah terjadi di zaman modern ini. Frankl menganggap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal, sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya.

Salah satu indikator ketidak bermaknaan hidup adalah rasa bosan. Orang-orang yang merasa bosan dan merasa bodoh terhadap noogenic neurosis disebabkan oleh:

1. Kehilangan instink-instink alamiah untuk berhubungan dengan alam

2. Merasa adat kebiasaan, tradisi, dan nilai-nilai untuk menentukan tingkah laku sehingga seakan ada yang mengatur langkah hidupnya

Mencari arti dapat merupakan tugas yang membingungkan, menantang dan menambah tegangan bukan mengurangi tegangan batin, namun sesungguhnya menurut Frankl, peningkatan tegangan ini adalah prasyarat untuk kesehatan psikologis. Kaitannya dengan kepribadian, menurut Frankl, suatu kepribadian yang sehat mengandung tingkat tegangan tertentu antara apa yang telah dicapai dan apa yang harus dicapai dimana orang – orang yang sehat selalu memperjuangkan tujuan yang akan memberikan arti tersebut.

Ada 3 cara yang dikemukakan oleh logotherapy untuk menuntun pada pencarian arti kehidupan, yaitu:

1. Dengan memberi kepada dunia lewat suatu ciptaan / karya.

2. Dengan mengambil sesuatu dari dunia melalui pengalaman

3. Dengan sikap yang diambil manusia dalam menyikapi penderitaan.

Ketiga cara tersebut kemudian terkait dengan tiga sistem nilai dalam pemberian arti kepada kehidupan, yaitu:

1. Nilai – nilai daya cipta; yang menyangkut pemberian kepada dunia, diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif. Arti diberikan kepada kehidupan melalui tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau ide yang tidak kelihatan atau dengan melayani orang – orang lain yang merupakan suatu ungkapan individu.

2Nilai – nilai pengalaman, menyangkut penerimaan dari dunia, diwujudakan dengan menyerahkan diri kepada keindahan yang ada di alam sekitar atau seni. Menurut Frankl ada kemungkinan memenuhi arti kehidupan dengan mengalami beberapa segi kehidupan secara intensif, walaupun individu tidak melakukan suatu tindakan yang positif. Yang menentukan bukan berapa banyak puncak yang kita capai atau berapa lama seseorang tinggal dalam tingkatan pencapaian tersebut namun intensitas yang kita alami terhadap hal – hal yang kita miliki.

3. Nilai-nilai sikap. Situasi-situasi yang menimbulkan nilai-nilai sikap ialah situasi-siatuasi dimana manusia tak mampu mengubah atau menghindari situasi tersebut. Apabila dihadapkan dalam situasi ini maka satu-satunya cara untuk menyikapinya adalah menerima situasi tersebut. Cara bagaiman manusia menerima situasi tersebut, keberanian dalam menahan penderitaan tersebut, kebijaksanaan yang kita perlihatkan ketika berhadapan dengan bencana marupakan ujian dan ukuran terakhir dari pemenuhan kita sebagai manusia.

Orang-orang yang menemukan arti dalam kehidupan mencapai keadaan transedensi diri, keadaan yang terakhir untuk kepribadian yang sehat. Dalam pandangan Frankl dorongan utama dalam kehidupan adalah bukan diri melainkan arti. Menjadi manusia sepenuhnya berarti mengadakan hubungan dengan seseorang atau orang lain di luar diri sendiri.

Menurut Frankl, terdapat dua tujuan yang berorientasi pada diri adalah kesenangan dan aktualisasi diri.

1. Frankl menyatakan semakin banyak kita dengan sengaja berjuang untuk kesenangan maka mungkin semakin kurang kita mendapatkannya.

2. Satu-satunya cara untuk mengaktualisasikian-diri ialah melalui pemenuhan arti di luar diri.

Frankl tidak menyajikan suatu daftar dari sifat-sifat kepribadian yang sehat. Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan orang-orang macam apakah mereka itu :

1. Mereka bebas memilih tindakan mereka sendiri

2. Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan sikap yang mereka anut terhadap nasib mereka

3. Mereka tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar diri mereka

4. Mereka telah menemukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka

5. Mereka secara sadar mengontrol kehidupan mereka

6. Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai-nilai sikap

7. Mereka telah mengatasi perhatian terhadap diri

Ada beberapa sifat lain dari kepribadian-kepribadian yang sehat, di antaranya: 

  1. Mereka berorientasi ke masa depan, diarahkan pada tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan datang. 
  2. Komitmen terhadap pekerjaan. Salah satu cara untuk memperoleh arti dari kehidupan adalah dengan nilai-nilai daya cipta, memberi sesuatu kepada dunia, dan nilai ini dengan sangat baik diungkapkan melalui pekerjaan atau tugas seseorang.
  3. Kemampuan memberi dan menerima cinta. Apabila kita dicintai, kita menjadi orang yang sangat diperlukan dan tidak dapat diganti. Apabila kita mencintai, kita dapat membuat orang yang dicintai sanggup merealisasikan potensi-potensi yang belum dimanfaatkan dengan menyadarkan mereka tentang potensi mereka untuk menjadi apa.

 SUMBER

Bastaman, Djumhana, Hanna, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995).

Jamest, Coleman, C. Abnormal Psychology and Moder Life Serent Edition Scott, (Foresman and Comani, London-England, 1985).

Hawari, Dadang, Al-Qur,an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,(Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997).

Khan, Hazrat, Inayah, The Hearth of Sufisme, (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002). Raleigh, Drake, Abnormal Psychology, (Utt Lefield dan Co. Patterson, New Jersey, 1962).

http://psiko-for-us.web.id/psikologi-agama/logo-terapimakna-kehidupan-yang-sehat/

Person Centered Therapy

Tokoh yang terkenal karena Person Centered Therapy ini adalah Carlo Roger. Carl Roger merupakan tokoh Teori Kepribadian Humanistik, Ia Lahir di Illinois (1902 – 1988) Ia adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat.

Bentuk-bentuk Terapi Person-Centered

  1. Menekankan pada dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu yang berkembang, untuk hidup sehat dan menyesuaikan diri.
  2.  Menekankan pada unsur atau aspek emosional dan tidak pada aspek intelektual.
  3. Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau.
  4.  Menekankan pada hubungan terapeutik sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang bersangkutan.
  5. Konsep dasar pandangan tentang manusia: Pandangan person centered tentang sifat manusia konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi penuh, serta sebagai bmemiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian. Maka dengan pandangan ini, terapi person-centered berakar pada kesanggupan seseorang (klien) untuk sadar dan membuat putusan-putusan

Tujuan Terapi Person-Centered

Tujuan psikoterapi adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan terapi sedemikian sehingga terapist, dengan menggunakan hubungan terapi untuk person-centered, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. Terapi cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi. Terapi ini diharapakan mampu meningkatan harga diri dan keterbukaan yang lebih besar untuk menangani masalah. Beberapa perubahan terkait bahwa bentuk terapi berusaha untuk mendorong pada klien termasuk kesepakatan yang lebih erat antara diri klien ideal dan aktual, lebih baik pemahaman diri; tingkat lebih rendah dari pembelaan diri, rasa bersalah, dan ketidakamanan; hubungan yang lebih positif dan nyaman dengan orang lain, dan peningkatan kapasitas untuk mengalami dan mengekspresikan perasaan pada saat itu terjadi.

Tujuan umum :

Meningkatkan derajat independensi (kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi diri,

Tujuan khusus meliputi:

  • Memberi kesempatan dan kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan –perasaannya, berkembang dan terealisasi potensinya.
  • Membanntu individu untuk makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.
  • Membantu individu dalam perubahan dan pertumbuhan.

Kelebihan pendekatan Person-Centered

  1. Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist
  2.  Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
  3. Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
  4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
  5. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi
  6. Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
  7. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
  8. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kekurangan Pekdekatan Person Centered

  1. Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
  2. Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
  3. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
  4. Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
  5. Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
  6. Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
  7. Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
  8. Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

 

Daftar Pustaka

http://janokogalls.blogspot.com/2011/12/person-centered-by-carl-roger.html

Alwilsol(2008). Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang

Suryabrata, Sumadi (2008). Psikologi Kepribadian. Rajawali Pers. Jakarta.

TERAPI PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

Tokoh psikologi eksistensial yang terkenal adalah Ludwig Binswanger (1881) dan Medard Boss(1903). Psikologi eksistensial menolak konsep tentang kausalitas, dualisme antara jiwa dan badan, serta pemisahan orang dari lingkungannya. Ludwig meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich tahun1907. Dia belajar dibawah bimbingan Carl Jung dan menjadi asistennya dalam Freudian society. Dia adalah salah seorang pengikut pertama Freud di Swiss. Pada awal 1920-an, Binswanger menjadi salah pelopor pertama dalam menerapkan fenomenologi dalam psikiatri. Sepuluh tahun kemudian dia menjadi seorang analisis eksistensial. Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang actual. Tujuannya adalah rekonstruksi dunia pengalaman batin. inswanger adalah terapis pertama yang menekankan sifat dasar eksistensial dari tipe krisis yang dialami pasien dalam pengalaman terapi. Binswanger pada dasarnya berjuang untuk menemukan arti dalam penyakit gila dengan mnerjemahkan pengalaman para pasien kedalam teori psikoanalisis. Setelah membaca pendekatan filsafat Heidegger “Being in time” (1962), Binswanger menjadi lebih eksistensial dan fenomenologis dalam pendekatannya kepada para pasien.

Bentuk terapi eksistensial

Inti terapi eksistensial adalah hubungan antara terapi dengan kliennya. Hubungan ini disebut pertemuan. Pertemuan adalah kehadiran asal satu Dasein kehadapan Dasein yang lain, yakni sebuah “ketersingkapan” satu Dasein terhadap yang lainnya. Berbeda dengan terapi-terapi formal, seperti terapi gaya Freud, atau terapi-terapi yang “teknis”, seperti terapi gaya behavioris, para terapis eksistensial sepertinya ingin terlibat intim dengan Anda. Saling beri dan saling terima adalah bagian paling alami dari pertemuan, bukan untuk saling menghakimi dan memojokkan. (Boeree, C.George, 2004)

Para analasis eksistensial menyadari kompleksitas manusia yang mereka hadapi di ruang-ruang praktek mereka. Mereka menyadari bahwa manusia bukan hanya merupakan makhluk biologis atau fisik, melainkan juga sebagai makhluk yang unik dan mempunyai kesadaran. Dengan perkataan lain, manusia tidak lain adalah tubuh (organisme) yang berkesadaran. Oleh sebab itu, mereka beranggapan bahwa pendekatan analisis eksistensial tentunya diperlukan, karena menwarkan kejernihan analisis atas pasien-pasien mereka. Gejala manusia dan pengalaman-pengalamannya tentu saja tidak bisa dikuantitafikasikan dan digeneralisasi begitu saja. Perlu pengungkapan yang lebih spesifik. Analisis eksistensial dianggap mampu melakukan tugas itu.

Dalam analisis eksistensial yang dilakukan Binswanger sebagai metode baru yang berbeda dari metode-metode yang ada sebelumnya, terlihat dalam kasus yang ditanganinya yaitu kasus “Ellen West” yang merupakan salah seorang pasiennnya. Binswanger mengadakan analisis fenomenologis mengenai tingkah lakunya dan menggunakan penemuan-penemuan tersebut untuk merumuskan eksistensi atau cara-cara ada-di-dunia pasien tersebut. Ia menyelidiki arsip-arsip di Sanotarium dan memilih kasus seorang gadis muda, yang pernah berusaha untuk melakukan bunuh diri. Kasus ini menarik karena selain buku harian, catatan-catatan pribadi dan puisi-puisinya yang penuh pesona, juga karena sebelum dirawat di sanotarium, ia telah dirawat lebih dari dua periode oleh para psikoanalis dan selama di sanitarium ia telah menerima perawatan dari Bleuler dan Kraepelin. Dalam analisis eksistensial (yang tekanannya lebih pada terapi), Binswanger pertama-tama menganalisis asumsi-asumsi yang mendasari hakekat manusia kemudian ia berhasil sampai pada pemahaman mengenai struktur tempat diletakkannya segenap system terapeutik. (Zainal A., 2002)

Medard Boss menggunakan analisis mimpi dalam terapinya terhadap seorang pasien yang menderita obsesional-complusive. Pasien ini menderita kompulsi-kompulsi untuk mencuci tangan dan membersihkan, ia sering bermimpi tentang menara-menara gereja. Pasien ini sebelumnya telah menjalani analisa Freudian dan menginterpretasikan isi mimpi tersebut sebagai simbol-simbol phalik serta menjalani analisa Jungian yang menghubungkannya dengan simbol-simbol arketif religius. Dalam dengan Boss sang pasien menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang datang berulang-ulang seperti ia mendekati sebuah pintu kamar mandi yang selalu terkunci. Boss menunjukkan dalam pembahasannya tenang kasus itu bahwa pasien merasa bersalah, karena telah mengunci beberapa potensi yang sangat penting dalam dirinya. Ia mengunci baik kemungkinan-kemungkinan pengalaman badaniahnya maupun spiritualnya atau aspek “dorongannya” dan aspek “tuhannya”, semua itu dilakukannya untk melarikan diri dari semua masalah yang dihadapinya. Menurutnya pasien merasa bersalah bukan semata-mata bahwa ia mempunyai rasa bersalah. Pasien tidak menerima dan tidak memasukkan kedua aspek tersebut ke dalam eksistesinya, maka ia merasa bersalah dan berhutang pada dirinya. Pemahaman mengenai rasa bersalah tidak ada hubungannya dengan sikap menilai (“judgmental attitude”), yang perlu dilakukan hanyalah memperhatikan kehidupan dan pengalaman pasien secara sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat.

Kelebihan Terapi Humanistik Eksistensial

Terapi eksistensial membuat klien merefleksikan hidup, mengenali banyaknyapilihan, menentukan antara pilihan- pilihan itu dan bertanggung jawab untuk tiap pilihan dan tindakan mereka.

Kelemahan dalam Psikologi Eksistensial

Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.

Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa ynag diinginkannya. Jika benar, maka konsep in sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tengtang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993)

Banyak psikolog dan sarjana psikologi baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka pertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisis eksistensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme). Atas dasar itu, banyak sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis eksistensial relevan dengan perkembangan ilmu psikologi modern?

Jawaban atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah atau apakah manusia itu? Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan)? Jika kita memahami manusia sebgaimana para behavioris atau psikoanalis memahaminya, yakni bahwa manusia pada dasarnya merupakan bagian dari organisme atau materi, maka analisis eksistensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan kuantitatif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak musia, maka kita sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah (patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal A., 2002)

 

 Daftar Pustaka

bidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial untuk psikologi dan psikiatri, Bandung: PT Refika Aditama.

Boeree, C.George, 2004. Personality Theories, Yogyakarta

Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologi).Yogyakarta, Kanisius.

TERAPI PSIKOANALISIS

            Dalam terapi psikoanalisis tokoh yang menemukan pertama kali terapi psikoanalisis itu adalah Sigmund Freud. Sigmund Freud (lahir di Freiberg, 6 Mei 1856 – meninggal di London, 23 September 1939 pada umur 83 tahun) adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Freud mengembangkan teknik psikoanalisa sebagai suatu metode penyembuhan penyakit kejiwaan, dan dia merumuskan teori tentang struktur pribadi manusia dan dia juga mengembangkan atau mempopulerkan teori psikologi yang bersangkutan dengan rasa cemas, mekanisme mempertahankan diri, ihwal pengkhitanan, rasa tertekan, sublimasi dan banyak lagi.

Bentuk-bentuk terapi psikoanalisa adalah :

1.      Hipnosis

Hipnosis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu:

  •  Perhatiannya dipersempit dan terfokus,
  • Menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan berbagai halusinasi,
  • Sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif,
  • Tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan
  • Sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.

Awal kemunculan hipnosis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.

Pada saat demonstrasi eksperimen Charcot itu, terdapat seorang dokter muda asal Wina, yang diketahui belakangan bernama Sigmund Freud. Freud berpikir waktu itu dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnosis untuk melihat alam tak sadar manusia. Hanya beberapa tahun Freud akrab dengan hipnosis, dia meninggalkannya karena dirasa hipnosis tidak efektif seperti metode-metode lainnya, dan sejak kesadaran akan hal tersebut, Freud benar-benar tidak menggunakannya lagi. Walau demikian, jejak rekamnya tentu saja sulit dilupakan orang. Sebagai seorang psikolog yang pernah menggunakan metode hipnotis, orang akan sangat sulit melupakannya bahwa Freud pernah menggunakan hipnotis pada awal kepraktikannya sebagai seorang psikiatri, walau Freud sendiri sudah tidak pernah lagi menggunakannya.

2.      Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas merupakan metode yang menyuruh pasien menguraikan secara terinci masing-masing simtom segera sesudah simtom itu muncul dan diikuti dengan menghilangnya simtom-simtom tersebut. Analis meminta kepada klien agar mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, remeh, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Singkatnya, dengan menceritakannya tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.

3.      Analisis Mimpi

Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klienpemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkapkan.

Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi : isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif-motof yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.

4.      Transefernsi

Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif adalah saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif bila tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

5.      Penafsiran

Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalisis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien. Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan berbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap berbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.

Kekurangan dalam metode psikoanalisis adalah :

  • Pandangan yang terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
  • Tidak memiliki konsekuensi-konsekuensi empiris
  • Proses penalaran tidak dikemukakan secara eksplisit
  • Tidak menjawab bagaimana pengaruh timbal balik antara kateksis dan anti kateksis

Kelebihan dalam metode psikoanalisa adalah :

  • Adanya motivasi yang tidak disadari memungkinkan seseorang untuk dapat berbuat “lebih”
  • Dapat menggali informasi lebih dalam
  • Berusaha menggambarkan individu-individu sepenuhnya yang hidup sebagian dalam dunia kenyataan dan sebagian lagi dalam dunia khayalan, tetapi sekaligus mapu berpikir dan bertindak secara rasional

 Daftar Pustaka

http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/08/tokoh-pelopor-psikoanalisa.html

http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-psikoterapi-%2C6

Hall, C.S. and Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius : Yogyakarta

MULTIKULTURALISME

Secara epistmologis,multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), danisme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masng-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Karena mulitkulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebuayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia .

Kebudayaan adalah sebagai pedoman bagi kehdupan manusia. Yang juga harus diperhatikan bersama menyangkut kesamaan pendapat dan pemahaman adalah bagaimana kebudayaan itu bekerja melalui pranata-pranata sosial. Sebagai sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap ke dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalamkehidupan sosial, kehdupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kehdupan lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan.

 

Karakteristik masyarakat multikultural

Ada beberapa karakteristik masyarakat multikultural menurut Pierre L. Van den Berghe, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
  2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
  3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
  4. Secara relatif seringkali mengalami konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
  5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
  6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

Dari karakteristik masyarakat multikultural yang dikemukakan oleh Pierre L. Van den Berghe tersebut, masyarakat di Indonesia dapat digolong-golongkan dengan menggunakan tolok ukur secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal atau lazim disebut dengan diferensiasi sosial ciri masyarakat multikultural didasarkan pada keanekaragaman ras, suku bangsa, dan agama. Sementara itu, secara vertikal atau lazim disebut dengan stratifikasi sosial, ciri masyarakat multicultural di antaranya dapat dilihat dari tolok ukur kriteria ekonomi, sosial, politik, dan masyarakat feodal. Penggolongan masyarakat Indonesia yang multikultural ini sekaligus menunjukkan adanya berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.

Sumber:

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2203877-pengertian-multikultural/#ixzz2HDg4jBL5

http://ssbelajar.blogspot.com/2012/03/ciri-masyarakat-multikultural.html